Langsung ke konten utama

Salam Kemerdekaan

Sungguh suatu kehormatan kita bisa mengulang kembali apa yang dirasakan oleh para pendiri bangsa ini ketika hendak memerdekakan diri penjajahan Belanda yang sudah berumur ratusan tahun di bumi pertiwi.Kita ingat waktu Bung Karno dan Bung Hatta didampingi para pemuda dan laskar rakyat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945 yang jatuh hari jum'at manis di bulan ramadhan dalam suasana  puasa. Kita mesti bangga bahwa HUT RI ke-66 ini seolah mengulang kembali nostalgia 17 agustus 1945 pada 69 tahun yang lalu. Ini adalah suasana pengulangan yang istimewa.

Memang jika kita menggali sejarah perjuangan yang lebih dalam, kita tidak boleh terpaku pada romantisme dan cerita perjuangan yang begitu indah semata. Akan tetapi kita juga mesti mau untuk menggali kembali proses perjuangan dan resiko sosial yang mesti diambil oleh bangsa Indonesia ketika terjadi suasana Revolusi pada waktu itu.

Kita bisa membayangkan kembali suasana kemanusiaan yang bersifat romantis ketika para pengungsi berduyun-duyun lari ke desa-desa dan gunung-gunung untuk menyelamatkan diri, suasana desa-desa terpencil yang dengan ramahnya menyatakan pintu terbuka terhadap pejuang Indonesia baik tentara maupun laskar yang ada. Demikian pula suatu cerita yang menyedihkan ketika sebuah keluarga Belanda harus terpisah dengan para pembantunya yang merupakan orang pribumi dan telah hidup bersama puluhan tahun lamanya, demikian pula dengan betapa hancurnya sebuah keluarga yang  bapaknya dibunuh karena dianggap mata-mata Belanda oleh para pejuang kita. Yah, ini adalah pernak-pernik perjuangan yang mesti dilalui untuk mendirikan sebuah negara besar yang dimpi-impikan oleh manusia Indonesia.

Yang menarik pada waktu itu adalah betapa banyaknya korban harta maupun nyawa dihampir semua kalangan, baik itu kalangan bangsawan, seperti sang raja penyair yang terbunuh di Langkat, sumatra, maupun juga Kang Mopid Laskar yang berasal dari kalangan perampok budiman, Kapten Suwandak dari kalangan tentara maupun Kang Moorsalim yang dianggap mata-mata Belanda. Kita sadar bahwa sebelum Revolusi Indonesia tahun 1945 terjadi mereka bisa saja merupakan tetangga, teman ataupun saudara yang begitu akrab satu sama lain dan kemudian harus saling membunuh ketika Revolusi terjadi.

Dalam sejarah Indonesia kita pernah diberi cerita tentang pemberontakan Kahar Muzakkar, seorang pemimpin perlawanan rakyat Sulawesi Selatan yang kebanyakan laskar tidak bisa baca tulis dan hanya mengandalkan kesucian dan kecintaan membela bumi pertiwi, dimana akhirnya harus gugur dihadapan teman-teman seperjuangannya. Kahar Muzakkar protes keras ketika ada kebijakan "Re-Ra" hasil perjanjian Renville yang artinya Reorganisasi dan Rasionalisasi dimana Laskar-laskar yang ada selama ini diwajibkan untuk menyerahkan senjatanya pada pemerintah dan anggotanya diwajibkan mendaftar tentara. Dalam pendaftaran tersebut yang banyak diterima adalah mantan pasukan-pasukan KNIL bentukan Belanda yang selama ini diperangi para laskar  pejuang, sedangkan anggota-anggota laskar pejuang tidak bisa baca tulis banyak yang tidak mendapat tempat.

Kahar Muzakkar tidak rela jika teman-teman seperjuangannya yang telah mati-matian membela ibu pertiwi harus mneyerahkan senjata dan tidak pernah diangkat menjadi tentara yang dianggap suatu kehormatan bagi para bekas laskar pejuang pada waktu itu, sedangkan pasukan pasukan bentukan Belanda akan menempati pos mereka sebagai tentara yang terhormat.

Kahar Muzakkar pun angkat bicara, sebagai pemimpin perjuangan beliau malu jika harus mengkhianati teman-teman seperjuangan yang telah bertaruh nyawa. Kahar berusaha membela ketidak-adilan bersama-sama teman-teman seperjuangan meskipun resikonya dianggap pemberontak. Memang ini adalah keputusan pelik yang harus diambil.  Kahar Muzakkar bisa saja ikut keputusan pusat dan bergabung sebagai tentara, akan tetapi sebagai pemimpin perjuangan, pangkat dan jabatan bukanlah yang utama. Kahar Muzakkar adalah pemimpin perjuangan, susah senang teman-teman seperjuangan harus dijalani bersama-sama. Beliau ahirnya gugur dalam menghadapi serbuan teman-teman seperjuangannya sendiri, yaitu tentara Nasional Indonesia. Sejarah pun ahirnya bingung menentukan, apakah seorang Kahar Muzakkar itu pemberontak atau pahlawan kemerdekaan?.

Demikian juga seorang Mopid, seoarang pimpinan perjuangan dari laskar perjuangan "Barisan Maling" harus rela menebus kesalahan para anggotanya seperti yang dituduhkan pihak tentara pejuang dimana pasukannya merampok seorang etnis Cina yang merupakan penyokong perjuangan Republik Indonesia. Mopid maju kedepan mempertangung-jawabkan kesalahan anggotany. sang pejuang ahirnya diahiri pada waktu dini hari didesa terpencil ketika rakyat sebangsa yang dibelanya masih tidur nyenyak.

Sejarah memang butuh keberpihakan, tetapi kadang kita bingung kemanakah mesti berpihak?. apakah berpihak pada kebenaran Undang Undang yang formal semata-mata atau keberpihakan kepada kenyataan keadilan yang dialami rakyat kecil seperti dalam kasus Kahar Muzakkar dan Mopid ini?. Sekarang tergantung pada kita penerus perjuangan mereka, apakah kita mau dan berani menilai, dimanakah keberpihakan ini diletakkan?.
 
Dalam edisi kali ini, suaranusantara.com akan menurunkan tulisan reportase maupun opini mengenai sisi-sisi Revolusi Indonesia 1945 mulai dari sisi revolusi fisik (perang), revolusi politik (tokoh),revolusi sosial (Barisan Maling), revolusi kemanusiaan (Jugun Ianfu) dan sebagainya. Moga tulisan-tulisan ini dapat mewakili kehausan kita akan sebuah gambaran peristiwa keramat  17 agustus 1945 yang telah membebaskan bangsa Indonesia dari cengkeraman penjajah Belanda yang sudah bercokol selama 350 tahun. Menurut Bung Karno, sejarah itu mengandung hukum dan moral yang mesti diambil untuk pelajaran bagi generasi muda yang akan datang. Salam "Jasmerah" (Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah) dan tentu kebanggaan kita bersama "Dirgahayu HUT RI Ke-69"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BEDAH SKRIPSI

  Sebagai seorang mahasiswa S1 pasti tidak asing dengan kata “skripsi”. Karena untuk mendapatkan gelar sarjana, mahasiswa harus menuntaskan perkuliahannya serta wajib membuat dan lulus sidang skripsi. Sebagian besar mahasiswa menganggap skripsi itu “horor”. Memang benar, untuk membuatnya membutuhkan banyak perjuangan. Tapi hal itu tidak lain untuk melatih mahasiswa untuk berpikir kritis dalam sebuah permasalahan yang diangkat menjadi judul skripsi masing-masing. Oleh karena itu, KOSMIK sebagai underbow bidang keilmiahan di Jurusan Fisika memberikan wadah untuk mendapatkan informasi tentang kepenulisan skripsi atau hal-hal yang berkaitan tentang skripsi. Alhamdulillah telah terlaksana Program Kerja dari Divisi Hubungan Masyarakat dan Informasi(HI) yaitu Bedah Skripsi. Acara Ini  usai digelar pada hari Kamis, 2 Juni 2016. Acara ini merupakan Program kerja baru di KOSMIK. Tujuan dari acara ini adalah menambah semangat dan memberikan informasi kepada mahasiswa berkaitan de...

STRUKTUR ORGANISASI KOSMIK 2016

KOSMIK sebagai underbow HIMA Fisika adalah organisasi keilmiahan dijurusan fisika UNNES. Minggu 13 Maret 2016, kelompok studi ilmiah fisika (KOSMIK) ini telah melaksanakan “RAJA” atau rapat kerja untuk satu kepengurusan kedepan. PENGURUS HARIAN KETUA : ULIL ALBAB TAUFIQ (F'14) WAKIL : ELEN DIAN VISKA(PF'15) SEKRETARIS 1 : NURUL LAILATIS SA'ADAH(PF'14) SEKRETARIS 2 : NURILHILMAH(F'15) BENDAHARA 1 : RINI MURTAFI'ATIN(F'14)  BENDAHARA 2 : ILMA APRIANTI N (PF'15) DIVISI HUMAS DAN INFORMASI  KETUA : LINA FITRI DHAMAYANTI(PF'14) SEKRETARIS : INTAN FAUZIYYAH P(PF'14 ) STAFF: 1. YULITA NURBAITI(P'15) 2. ANIK MAGFIROH(P'15) 3. AHMAD ZA'IIMUL CHANIEF(F'14) 4 NURSULTHON FATHONI M(F'14) DIVISI PSDM KETUA: HANIF DIATMA W(PF'14) SEKRETARIS: RIZKI INDRI YANTI(PF'14) STAFF: 1. ZULFATUN NA'IM (PF'15) 2. SIWI TRI PANUNTUN (PF'15) 3. DEWI ANJANI (PF'15) ...

Divisi PSDM

"Divisi PSDM"             Ketua Divisi               :  Midhya Widhyastuti               Sekretaris Divisi          :  Helfrida Wahyuningrum               Staff                      :  Lina Malinda Eka Kartika Sari        :  Ady Tri Wibowo        :  Hanif Fu’adah             :  Ulil Albab Taufiq           :  Rizki Indri Yanti