Ilmu fisika dan keselamatan di jalan raya memiliki hubungan yang dapat di uraikan secara
logika. Hubungan ilmu fisika dan keselamatan berkendara di jalan raya dapat
dilihat dari sisi pengendara dan kendaraan yang digunakan.
Dalam proses
pengereman, jarak pandang pada suatu kecepatan tinggi dan kecepatan merespon dari
kejadian mendadak dijalan raya adalah sebagian kejadian fisika yang ada di
jalan raya.
Suatu
kecelakaan dijalan raya yang diakibatkan sopir yang mengantuk. Ada dua hal yang
dapat dipelajari dari kecelakaan yang bermula dari sopir mengantuk ini. Pertama,
jangan mengemudikan kendaraan dalam keadaan mengantuk. Berhentilah di tempat
peristirahatan yang telah disediakan, dan beristirahatlah. Namun, jika sudah
terlalu mengantuk, berhentilah di bahu jalan, nyalakan lampu hazard, dan
beristirahatlah. Kedua, manusia memiliki keterbatasan dalam mengantisipasi
sesuatu yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
Kodratnya sebagai makhluk pejalan kaki, manusia hanya mampu
mengantisipasi sesuatu yang tiba-tiba muncul di hadapannya jika ia bergerak di
bawah 10 km/jam. Jika bergerak di atas itu, ia tidak bisa menghindar. Kemampuan
ini berhubungan dengan kecepatan manusia dalam bereaksi. Umumnya manusia
memerlukan 0,8 sampai 1 detik untuk bereaksi. Jika seseorang melajukan kendaran
dengan kelajuan 50 km/jam, maka waktu 1 detik untuk bereaksi itu sama dengan 14
meter (dibulatkan). Sebab, 50 km/jam sama dengan 14 m/s. Dan mobil yang melaju
50 km/jam memerlukan 14 m untuk sepenuhnya berhenti. Jadi, jarak total yang
diperlukan untuk sepenuhnya berhenti adalah 28 m. Pada kecepatan sebesar 90
km/jam, total jarak yang diperlukan 70 m. Sedangkan pada kelajuan 130 km/jam,
total jarak yang diperlukan 129 m.
Dan masih
banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam keselamatan di jalan raya,
konsentrasi, kelayakan kendaraan, kelayakan jalan, hati-hati dan prinsip
mengutamakan keselamatan bersama menjadi faktor penting selain penerapan ilmu
fisika dan keselamatan di jalan raya.
Komentar
Posting Komentar